DIKLAT PENGAJARAN SASTRA
DIKLAT PENGAJARAN DAN APRESIASI SASTRA INDONESIA
Diklat Pengajaran dan Presiasi Sastra Indonesia untuk Guru SMP Bontang telah dilaksanakan pada tanggal 4-6 September 2013 di Aula Karyawan Yayasan Pupuk Kaltim Bontang. Sebuah diklat yang langka, karena khusus tentang Sastra. Penyelenggara dari Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa - Kantor Bahasa Provinsi Kaltim. Para istruktur juga berasal dari Kantor Bahasa Samarinda,yaitu :
1. Bapak Drs. Imam Budi Utomo, H. Hum.
Materi yang diberikan adalah Kebijkan Bahasa dan Sastra dan Metode Pengajaran Sastra
2. Ibu Yudianti Herawati, M.A.
Materi yang diberikan adalah Apresiasi dan Ekspresi Puisi
3. Bapak Amien Wangsitalaja
Materi yang diberikan adalah Apresiasi dan Ekspresi Prosa
Pada hari pertama, setelah pembukaan dilanjutkan dengan Pre Tes, setelah itu disajikan materi Kebijakan Bahasa dan Sastra yang berisi penjelasan tentang pemaparan Pembelajaran Bahasa dan Sastra dalam Kurikulum 2013. Pak Imam memaparkan berbedaan Kurikulum KBK, KTSP 2006, dan Kurikulum 2013. Pada prinsipnya, kurikulum terbaru merupakan penyempurnaan kurikulum sebelumnya.
Pada hari kedua, materi yang diberikan adalah Apresiasi dan Ekspresi Puisi. Dalam sesi ini diberikan sekilas tentang Teori Puisi, Struktur Fisik dan Batin Puisi, dan Teknik Pembelajaran Puisi. Pada bagian ini peserta diajak untuk mencoba membuat puisi berdasarkan sebuah gambar/tayangan tentang pasar dan pantai. Hal ini bisa dijadikan guru untuk memncing siswa menulis puisi. Setelah mengamati tayangan sebuah pantai, maka saya mencipta puisi berikut ini:
Pantai Mati Rasa
Ketika debur ombak lautan
tak lagi bagai riaknya asramaraku
ketika birunya langit
tak lagi selembayung rinduku
ketika indahnya pantai ini
tak lagi mempesona kenangan kita
ketika karang jerjal
tak lagi setegar kesetiaanku
Ketika itu pula
robohlah cintaku padamu
bagai batang nyiur telentang
tanpa akar jiwa
bagai cangkang kepiting
tanpa darah nyawa
bagai pantai mati rasa!
Puisi yang saya cipta mungkin berbeda dengan peserta lainnya yang sebagian besar melihat pantai dengan segala keindahannya. Bagi saya kreatif itu kalau kita punta daya pandang yang tidak biasa dari orang kebanyakan, maka saya mencoba memandang terbalik, bahwa sebuah pantai pun dapat tak indah, jika orang yang memandangnya sedang mengalami putus cinta misalnya. Mungkin saja dari sekian orang yang berada di pantai itu, ada yang hatinya sedang resah, risau, galau, mencoba mengusirnya dengan memandang pantai, tetapi gagal, maka terciptalah seperti puisi tersebut di atas.
Puisi lain yang tercipta setelah mengamati tanyangan pada sebuah pasar adalah sebagai berikut,
Suara Parau Pak Tua
Tubuh rentamu memikul pelantang
otot keriput lehermu tergantung suara hidupmu
sementara, seseorang di belakangmu
mempercayakan dunianya yang gelap
pasrah akan tuntunanmu agar tak salaharah
entah berapa jalan becek yang disusur
entah berapa banyak lapak pasar yang ditelusur
suara parau dan dendang mengalun sumbang
berharap uang sisa belanja para nyoya
bersyukur jika hanya ada ucapan "maaf" saja
bersabar jika hardikan dan cibiran dari mulut berbisa
Suara parau dan dendang mengalun sumbang
syairnya kadang menggelitik dalam raut wajah yang tak lucu
syairnya kadang sendu dalam mimik yang kuyu
syairnya kadang menembang jawa dalam wajah yang kaku
Suara parau Pak tua adak terus berdengan
bagi sahabat yang mengikuti langkahnya
untuk sesuap nasi mengisi perutnya
demi harga diri tanpa menengadah
Puisi tersebut tercipta karena pada tayangan pasar, saya melihat ada sosok yang mungkin lepas dariperhatia, bukan penjual atau ramainya pasar, tapi ada pak tua yang seorang tunanetra yang di belakanganya sambil mengamen berkeliling lapak pasar. Sosok ini menarik perhatian saya, sehingga menjadi objek proses keatif mecipta puisi.
Secara umum semua peserta berpartisipasi aktif mempresentasikan karyanyamasing-masing. Ide-ide cemerlang juga bermunculan.
Kota Bontang kota TAMAN
sudah lama beta datang kemari
mohon izin hamba berkenalan
dari Retno Utami di sini
Duduk di sini dengarkan Tuan
Tuan bermadah siatu makna
tangan diulu mohon perkenalan
Retno Utami nama penuh makna
Deskripsi sejarah namaku dalam sebuah cerpen kecil
(RETNO UTAMI , 43 TAHUN YANG LALU):
RETNO UTAMI
30 Mei 1971, tanggis bayi kecil memcah keheningan malam di sebuah rumah bidan kampung desa di pulau Tanjung Balai Karimun, Kepulauan Riau. Sayang, sanga ayah tercinta tak ada di sampinya. Ayahya sedang menembus lautan luas jauh di sana. Hanya ada kakeknya tercinta menyambut kedatangan cucunya dengan mengazankan di telinga kecilnya. Sang cucu diberi nama
"KARTIKA MEI SENTOSA" Permata kecil yang dilahirkan di bulam Mei semoga selalu sentosa bahagia dunia dan akhiratnya, demikian makna indah di balik nama cantik itu.
Sementara itu di lautan lepas, ombak beriak tak tenang, seperti hati lekaki muda yang berdiri mematung di geladak kapal. hatinya berdegup, nafas mengembus kegalauan hatinya. di matanya terbayang istri tercintanya dengan perut besarnya yang siap melahirkan anak pertama mereka. Kecut hatinya karena kapal yang dinakodainya kali ini tak ada bersandar di Pelabuhan Tg. Balai Karimun. Ia masih harus melaju ke laut lepas menembus kabut malam yang menyisakan air percikan di matanya.
Di hatinya telah ia genggam sebuah nama untuk buah hatinya nanti, RETNO UTAMI. Nama yang cantik secantik putri kecilnya nanti. Retno bermakna permata dan Uami bermakna yang utama. Dalam nama itu tersimpan harapan dan doanya agar putinya nanti bukan hanya wanita yang cantil lahirnya tetapi juga cantik batin dan akalnya yang akan bekilau bagai permata, yang akan menjadi harapan dan kebanggan utama orang tuanya. ***
Komentar
Posting Komentar