Artikel: Perjalanan Spiritual Sutardji Calzoum Bachri Berawal dari O Amuk Kapak



PERJALANAN SPIRITUAL SEORANG SUTARDJI CALZOUM BACHRI

BERAWAL DARI  O AMUK KAPAK
Retno Utami
(Karya Tulis ini pernah diikutkan dalam Lomba Mengulas Karya Sastra 2009)

1.      Pendahuluan

        Perjalanan spiritual setiap orang tidak selalu sama. Ada yang dicapai dengan jalan yang mudah ada pula yang sulit. Cara yang digunakan untuk tujuan tersebut pun berbeda. Ada yang melalui perenungan yang sangat panjang, ada yang dicoba dengan ujian yang sangat berat, ada pula yang datang tanpa diduga. Semua itu pada akhirnya bermuara ke satu tujuan yaitu menjadi hamba Tuhan yang lebih sempurna.
     Setiap manusia punya alat yang berbeda untuk mencapai Zat Yang Maha Tinggi. Seorang tukang sapu jalanan akan menggunakan sapunya untuk membersihkan jalanan dari sampah-sampah dan kotoran-kotoran. Sehingga setiap orang yang lewat akan merasa nyaman. Seorang tukang sapu akan menyempurnakan keimanannya dengan sapunya. Bukankah kebersihan sebagian dari iman?  Seorang guru akan menggunakan buku dan ilmu yang dimilikinya untuk mengamalkan keimanannya. Ilmu yang berguna yang dilimpahkan kepada anak didiknya sehingga kelak menjadi manusia yang berguna.  Tidak sempurna ilmu tanpa diamalkan. Sedangkan seorang penyair akan menggunakan puisinya untuk  mencapai titik tertinggi kemesraannya dengan Sang Pencipta langit dan bumi ini.
     Salah seorang penyair Indonesia yang juga menggunakan puisi dalam perjalanan spritualnya adalah Sutardji Calzoum Bachri. Siapa yang tidak kenal dengan sosok penyair yang nyentrik ini. Bukan hanya karena kenyentrikan sosoknya, tetapi juga sajak-sajaknya telah mengundang berbagai reaksi dari insan sastra Indonesia. Berbagai predikat pun diberikan kepada penyair ini. Ada yang menyebutnya “Penyair Bir”. Ia sendiri menyebut dirinya dengan “Presiden Penyair Indonesia”. Dami N. Toda mengatakan jika Chairil Anwar adalah mata kanan Anda, maka Sutardji adalah mata kirinya. Chairil Anwar pernah menulis surat kepada HB Jassin bahwa ia ingin mengorek arti kata sampai intinya. Ternyata penyair yang berhasil melakukannya adalah Sutardji.
      Karya Sutardji Calzoum Bachri yang menghebohkan dunia sastra Indonesia itu adalah kumpulan sajak  O Amuk  Kapak. Pakar, kritikus, dan insan sastra lainya dibuat tercengang dengan karya Sutardji ini. Apalagi di mata guru Bahasa dan Sastra Indonesia serta siswa-siswanya, sajak-sajak Sutardji ini aneh, menimbulkan gelak sekaligus keheranan, sehingga harus mengernyitkan kening untuk memaknainya. Bahkan sajak Sutardji ini dianggap hanya kumpulan kata-kata tak bermakna yang disusun karena “keisengan” Sutardji semata. Mulai dari tipografi, diksi, irama, dan unsur puisi lainya tidak biasa dan keluar dari kelaziman penulisan puisi Indonesia. Ketidaklaziman ini justru menjadikan Sutardji punya orisinalitas yang tinggi.
     Sebagai seorang penyair senior, perjalanan kepenyairannya sangat panjang dan berliku. Perjalanan spiritual yang panjang menjadikan Sutardji yang sekarang berbeda dengan Sutardji yang lalu. Kumpulan sajak O Amuk Kapak adalah saksi bisu perjalanan spiritual Sutardji hingga sekarang. Sudah banyak kritikus  atau insan sastra yang memberikan pendapat, penilaian, ulasan, bahkan kritikan tajam tentang kumpulan puisinya ini. Hanya saja belum ada analisis yang lengkap terhadap seluruh sajak dalam O Amuk Kapak. Padahal menurut Sutardji sendiri, kumpulan sajak pertamanya ini adalah titik awal perjalanan spiritualnya hingga seperti sekarang ini. Sutardji pernah mengatakan “ Bila kau ingin menulis sajak, kau harus melakukannya dengan sungguh-sungguh, seintens mungkin, semaksimal mungkin. Kau harus melakukan pencarian-pencarian.” 
     Berawal dari hal-hal tersebut di atas, tulisan ini mencoba menganalisis seluruh puisi yang terdapat dalam O Amuk Kapak. Analisis didasarkan pada interpretasi pribadi penulis. Bukankah sebuah sajak jika sudah dilemparkan kepada khalayak ramai, maka sajak tersebut menjadi miliknya? Ada kebebasan untuk menginterpretasikan. Walapun begitu diupayakan agar interpretasi mendekati apa yang dimaksudkan penyairnya.  Sehingga diharapkan dengan memaknai semua sajak dalam kumpulan ini, maka akan semakin membuktikan bahwa perjalanan spiritual seorang Sutardji Calzoum Bachri memang berawal dari O Amuk Kapak.

2.  Analisis Sajak-Sajak  O Amuk Kapak
2.1   Sajak-Sajak O
      Sajak-sajak O terdiri dari 27 judul sajak, paling banyak dibandingkan dua kumpulan sajak yang lain. Sajak-sajak O ditulis tahun 1966-1973. Sajak-Sajak O dibuka dengan Kredo Puisi. Dalam kredonya, Sutardji mengatakan bahwa :
      Kata-kata bukanlah alat mengantarkan pengertian. Dia bukan seperti pipa yang menyalurkan air. Kata adalah pengertian itu sendiri. Dia bebas. Kata-kata harus bebas dari penjajahan pengertian, dari beban idea. Kata-kata harus bebas menentukan dirinya sendiri. Menulis puisi bagi saya adalah membebaskan kata-kata, yang berarti mengembalikan kata pada awal mulanya. Pada mulanya adalah Kata. Dan kata pertama adalah mantera. Maka menulis puisi bagi saya adalah mengembalikan kata kepada mantera.
     Ini berarti bahwa pilihan kata yang dilakukan Sutardji tidak selalu bermakna leksikal atau bermakan umum seperti yang digunakan dalam perkacapan sehari-hari. Walaupun begitu tetap ada kata-kata kunci yang menjadi inti dari puisiya. Kata-kata kunci inilah yang coba dianalisis, sehingga setiap sajak dapat meninggalkan jejak makna.
     O berarti nol. O berarti kosong. O berarti hampa. Nol,kosong, hampa dari apa?
Apakah O berarti nol, kosong, dan hampa dari Tuhannya. Kekosongan batin Sutardji ini menyebabkan ia melakukan pencarian dan pencarian. Apakah pencariannya akan berakhir dan menemukan apa yang ia cari?
     (1) Sajak Ah, mengungkapkan seseorang yang telah kehilangan Tuhannya. Seseorang yang mencoba dengan berbagai cara untuk menemukan Tuhannya.
Aku telah meraba/ celah/ lobang/pintu/ aku telah tinggalkan puri purapuraMu/ rasa yang dalam/rasa dari segala risau sepi dari segala nabi tanya dari segala

Aku juga mencoba bertanya pada guru, tetapi gurunya juga ragu. Aku lirik belum menemukan keyakinannya. Dalam sajak ini nampak jelas bahwa aku lirik berusaha berlindung dalam kepura-puraan, yang ternyata kepura-puraan itu telah menjauhkannya dari rumah Tuhan.
Apa yang sebab?jawab. apa yang senyap? Saat./apa yang renyai?sangsai! apa yang lengking?/ aduhai/ apa yang ragu?guru. apa yang bimbang?sayang.//
yang mana tiang/ selain/ Hyang/mana/Kau?selain/aku?/nah/ rasa yang dalam/tingalkan puri puraMu!/Kasih! Jangan menampik?masuk Kau Padaku!//
  
   (2) Sajak MANA JALANMU, menggambarkan seseorang yang telah kehilangan jalan lurusnya. Seseorang yang bimbang padahal waktu  terus berjalan dan semakin sempit, tetapi jalan yang dicari itu belum juga ditemukan.
Bulan senyum/ikan mencubit pipinya/ jalan bergegas membawa orang/sedang kau kehilangan jalanmu/(mana jalanmu?)/ bulan sebentar lagi habis/iganggu ikan/cepat cari jalanmu!/lekas panggil/ siapa tahu/itu jalanmu/kemarin perigimu telah dicuri orang/ (untung masing ada kolam)/ayo kejar/tanyakan//

    (3) Sajak MANTERA, tampak jelas permainan kata seperti yang tertulis dalam kredo puisi. Ibarat seorang dukun sakti yang sedang beraksi dengan segala perlengkapan khas, yaitu kata-kata mantera, bunga, dupa, menyan dan sesajian. Dukun tersebut mengeluarka kata-kata saktinya untuk menyembuhkan segala sepi, luka, dan duka jiwanya. Sebenarnya, kata-kata sakti dukun seperti itu tidak dapat menyaingi kata-kata sakti Allah SWT, yaitu Kun Fayakun! Jadi maka jadilah!
 Sebelas duri sepi/dalam dupa rupa/tiga menyan luka/mengasapi luka//
Puah!/kau jadi Kau!/ Kasihku//

     (4) Sajak DAPATKAU?, berkisah seseorang yang bertanya dapatkah dirinya kembali suci seperti bayi di dalam rahim ibunya? Segala sesuatu akan kembali ke asalnya. Jangan sampai manusia ada di dunia ini pada akhirnya hanya berisi kesia-siaan belaka.
Dapatkau pulangkan resah/ ke negeri tetap/ tempat ayah/memulai anak?//
Siapa dapat kembalikan sia/pa/da/mula/sia/pa/da/sia/pa/sia/tinggal?//

     (5) Sajak BATU, mengungkapkan keangkuhan seseorang. Seperti judulnya, Batu yang bisa saja menggambarkan kerasnya hati manusia yang tak tak dapat ditembus oleh apa pun. Pertanyaan dan keluhan ini seperti sebuah teka-teki yang tak terjawab. Hati kecil sebenarnya ingin sampai pada tujuan yang hakiki, tetapi daya dan kemampuan tak ada.
Dengan seribu gunung langit tak runtuh/ dengan seribu perawan/hati tak jatuh dengan seribu sibuk /sepi tak mati/ dengan seribu beringin ingin tak teduh./ Dengan siapa aku mengeluh?/ Mengapa jam harus berdenyut sedang darah tak sampai /mengapa gunung harus meletus sedang langit tak sampai/mengapa peluk diketatkan sedang hati tak sampai/ mengapa tangan melambai/ sedang lambai tak sampai.Kau tahu?

     (6) Sajak COLONNES SANS FIN , judul ini ternyata dari bahasa Perancis. Jika diterjemahkan dalam bahasa Inggris menjadi columns without end  yang dapat diartikan tiang tanpa ujung atau tiang tanpa akhir. Sajak ini berkisah tentang  sebuah jalan yang tak terbatas dan tak terhingga. Mungkin saja perjalanan manusia ini menuju ke surga atau neraka akan terasa jauh sekali. Padahal waktu di bumi ini sangat terbatas. Sementara kenikmatan di surga tak terbatas dan tak terjangkau pikiran manusia.
Tiang tanpa akhir menuju ke mana kau dan aku/ yang langit koyak yang surga tumpah karena tinggi tikammu/ luka terhenyak neraka semakin galak dalam bobotmu/tiang tanpa akhir ah betapa kecilnya kau jauh di bawah kakiku//

     (7) Sajak MARI, berisi ajakan untuk mencari inti dari sesuatu. Inti tersebut dapat berupa hikmah dari peristiwa yang dialami manusia. Ternyata manusia harus ingat pada asal-usulnya, Adam, manusia pertama di dunia.
Mari kembali/pada Adam/sepi pertama/dan duduk memandang/diri kita/yang telah kita punahkan/ ada dan tiada/ yang disediakan Adam pada kita// 

     (8) Sajak JADI, mengungkapkan optimisme terhadap sebuah pengharapan manusia yang menderita, kesepian, dan terluka. Pengharapan manusia yang tertinggi adalah bertemu dengan Tuhannya.
Tidak setiap derita / jadi luka/ tidak setiap sepi/ jadi duri/…
Tidak setiap luka/ jadi kaca/ memandang Kau/ pada wajahku!//

     (9) Sajak PUAKE, makna kata ini tidak jelas, namun secara umum sajak ini berkisah kebingungan seseorang yang ingin menjadi apa. Seorang yang terpukau dengan segala berubahan-perubahan alam dan dirinya.
Puan jadi celah/ celah jadi sungai/ sungai jadi muare/ muare jadi perahu//
Perahu jadi buaye/ buaye jadi puake/ puake jadi pukau/ pukau jadi mau//…
Kau jadi sia/ sia jadi aku/ aku jadi siape/ siapa jadi aku?//

     (10) Sajak POT, makna kata ini pun tidak jelas.  Pot adalah wadah atau tempat tanaman. Tetapi tanaman yang ditanam di pot tidak dapat tumbuh secara maksimal. Seorang individu yang bertanya wadah yang dipilih untuk hidup di dunia ini sudah benar atau belum.
Pot apa pot itu pot kaukah pot aku/ pot pot pot/ yang jawab pot pot pot pot kaukah pot itu/ yang jawab pot pot pt pot kaukah pot aku/ pot pot pot / potapa potitu potkaukah potaku?/ POT//

     (11) Sajak HERMAN, mengungkapkan satu pribadi yang resah. Manusia di dunia ini mencari makna hidup. Pencarian dilakukan melalui kitab-kitab suci atau sumber lainnya. Selama pencarian itu tidak berhasil jiwanya akan terus gelisah.
Herman tak bisa pijak di bumi tak bisa malam di bulan/ tak isa hangat di matari tak bisa teduh di tubuh/… tak bisa sampai di kata tak bisa diam di diam tak bisa paut I mulut/ tak bisa pegang di tangan takbisatakbisatakbisatakbisatakbisatakbisa/dimana herman?kau tahu?/ tolong herman tolong herman tolong tolong tolong tolongtolongtolongtolongngngng!

     (12) Sajak O . O berarti nol. O berarti kosong. O berarti hampa. Nol, kosong, hampa dari apa? Apakah O berarti nol, kosong, dan hampa dari Tuhannya. Kekosongan batin Sutardji ini menyebabkan ia melakukan pencarian dan pencarian. Kegelisahan dan keresahan hatinya yang hampa ini penuh dengan gejolak dan teriakan-teriakan kerinduan kepadaNya. Apakah pencariannya akan berakhir dan menemukan apa yang ia cari? Jika seseorang mencari, berarti berusaha, maka akan ada hasil dari pencarian dan usahanya itu.
Dukaku dukakau dukarisau dukakalian dukangiau/ resahku resahkau resahrisau resahbalau resah kalian/ … waswasku waswaskau waswaskalian waswaswaswaswaswaswaswas/ duhaiku duhaikau duhairindu duhaingilu duhaikalian duhaisangsai/ oku okua okosong orindu okalian obolong orisau oKau O….//

      (13) Sajak DAUN, bercerita bahwa alam sekiar kita adalah tanda-tanda kekuasaanNya. Daun, sungai, burung, rumput, langit biru, pisau , dan batu adalah wajah Tuhan. Di dalam Al Quran, tertulis bahwa ke mana pun wajahmu dihadapkan, maka di sanalah wajah ALLAH SWT. Sesungguhnya tanda-tanda kekusaan ALLAH ada di alam sekitar dan pada diri manusia bagi orang yang berfikir.
Daun/sungai/burung/ kelepak/ mau sampai langit/ siapa tahu/ buah rumput selimut/ dada biru/ langit dadu/ mari!/ rumput pisau batu kau/kau kau kau kau kua kau kau/kau akau kau KAU kau kau kau/ kau kau kau kau kau kau kau/ kau//

     (14) Sajak BIARKAN, mengungkapkan tentang seorang yang ingin bebas melakukan apa saja, tetapi ada orang lain yang menghalangi. Apalagi muda-mudi atau remaja selalu ingin mencoba apa saja yang kelihatannya menyenangkan. Meriam yang merupakan senjata serdadu lebih banyak untuk menyakiti,karena itu ada sekelompok muda-mudi pecinta damai yang akan menyumbat meriam dengan cinta.
Para serdadu/ biarkan/ muda mudi/ memasukkan diri mereka/ dalam mulut meriam/ para serdadu/ jangan ganggu/ biarkan mereka/ saling merapat/ menggosokgosok/ dalam/ cerobong meriam/menyingkir/ dan/ berbaringlah para serdadu/ istirahatlah!/ … tapi/ para serdadu/ jangan ganggu/ mereka/ yang/ menyumbat cinta dalam mulut meriam/ biarkan mereka gosokmenggosok/ biarkan mereka memanaskannya/ biarkan mereka meledak/ itu lebih sedap/ daripada kalian/ mengkotakkatikkan/pelatuk meriam.//

      (15) Sajak SOLITUDE, kata ini berarti suatu keadaan di mana seseorang merasa kesepian. Walaupun dalam keramaian ia merasa sunyi, sepi, dan sendiri. Dalam keadaan seperti itu ia mengharapkan ada seseorang yang dekat dan mendekapnya. Sebagai manusia yang mencari kebutuhan rohani dan spiritualnya, dari segala apa pun di dunia ini, yang menyenangkan sekaligus menyedihkan, maka yang diharapkannya adalah Tuhan.
Yang paling mawar/ yang paling duri/ yang paling sayap/ yang paling bumi/ yang paling pisau/ yang paling risau/ yang paling nancap/ yang paling dekap/ samping yang paling/ Kau!//

     (16) Sajak TRAGEDI WINKA & SIHKHA, sebuah sajak yang secara tipografi sangat menarik karena berpola zig zag. Selain itu, permainan kata Winka yang jika diucapkan berulang-ulang menjadi Kawin . Sedangkan kata Sihkha jika diucapkan berulang-ulang menjadi Kasih. Tragedi sepasang manusia yang kawin, berkasih-kasihan, penuh jalan liku-liku dan pada akhirnya menjadi kaku dan mati.
       (17) Sajak Q, sajak ini penuh dengan tanda seru (!) yang berarti keheranan dan seruan.Q berarti inisial dari Quran. Huruf-huruf di dalam sajak ini tidak banyak, hanya satu kata alif lam mim. Kata ini diambil dari Al-Quran. Di dalam terjemahan alif lam mim tidak diterjemahkan, karena manusia tidak ada yang tahu arti, hanya Tuhan saja yang tahu.
      (18) Sajak  APA KAUTAHU ?, berisi pertanyaan siapakah yang dapat menampung resah, luka, dan duka seseorang. Ternyata yang dapat melakukannya adalah pasangan atau belahan jiwa kita. Apa yang kita rasakan, maka akan dirasakan oleh pasangan atau belahan jiwa kita.
Siapa dapat membalut luluh/ yang padamu yang padaku/ siapa dapat turukan sauh/ dalam hatiku dalam hatimu/ siapa dapat membauh lusuh/ apa kautahu apa kau tahu?/  

     (19) Sajak SCULPTURE, judul ini berarti pahatan/patung/ukiran. Lalu apa yang dipahat atau diukir? Siapa yang diibaratkan sebagai pahatan/patung/ukiran? Ternyata proses pencarian terhapap sesuatu yang hakiki itu diibaratkan pencarian seorang lelaki terhadap perempuan yang dicintainya.
Kau membiarkan perempuan dan lelaki meletakkan lekuk/ tubuh mereka meletakkan gerak menggeliat bagai perut ikan/ dalam air dari gairah tawa sepi mereka dan bungkalan tempat/kehadiran menggerakkan hadir dan hidup dan lobang yang/menangkap dan lepas rasia kehidupan kau tegak menegakkan/lekuk bungkalan lobang dalam gerak yang tegak diam dan kau/ menyentak aku ke dalam lekukbungkalanlobangmu mencari/ kau//

     (20) Sajak HILANG (KETEMU), berkisah tentang sesuatu yang sudah kehilangan makna, manfaat, atau substansinya. Sehingga sesuatu itu menjadi tidak berguna. Jika manusia sudah kehilangan Tuhannya, maka ia akan mencari hingga ketemu dengan apa yang dicarinya.
Batu kehilangan diam/jam kehilangan waktu/pisau kehilangan tikam/mulut kehilanagn lagu/langit kehilangan jarak/tanah kehilangan tunggu/santo kehilangan berak/ Kau kehilangan aku/… Kamu ketemu aku.//

     (21) Sajak OBLADI OBLADA mengingatkan pada sebuah lagu. Lagu tersebut riang gembira menggambarkan kegembiraan hati orang yang menyanyikannya. Tapi bisa saja lagu seorang yang cuek dengan keadaan sekitarnya.
… obladi oblada nyanyikan waktu nyanyikan waktu/ orang mengetik orang bicara orang menulis orang diskusi/ cuma cuma cuma cuma cuma cuma cuma/ cumi cumi mengeluarkan tinta/ di tangan nelayan/ obladi obalada//

     (22) Sajak HYANG ?, kata ini berarti Tuhan. Tanda tanya mengisyaratkan bahwa aku lirik masih mempertanyakan keberadaan dan hubungan dengan Tuhannya.
yang/ mana/ ke/ atau/ dari/ mana/ meski/ pun/ lalu/ se/bab/ antara/ Kau/dan/ aku//
     (23) Sajak KAKEKKAKEK & BOCAHBOCAH, berbicara tentang 2 sifat antara kakek dan bocah yang punya persamaan dan perbedaan sifat dan perilaku. Bisa juga berarti seseorang yang baru sadar bahwa kematian sudah semakin dekat dengan dirinya, tetapi kesadaran itu datangnya terlambat karena maut keburu membayang. Selama hidupnya hanya diisi dengan kesenangan-kesenangan semata. Penyesalan memang selalu datangnya di akhir.
…angin datang/ menyibak pasir/ dan kakekkakek/ menemukan/ tulangbelulang sendiri/ di dalam pasir/ lalu menangis/ dan tidur kembali/ dan bocahbocah tertawa/ terkekehkekehkehkeh//

     (24) Sajak NGIAU, judul ini sama dengan suara kucing. Sajak ini mengungkapkan jeritan hati seseorang yang masih melakukan pencarian terhadap Tuhannya. Jalan panjang yang berliku dan sempit. Ia sudah berkeliling benua dan dunia, tetapi masih belum dapat membedakan antara sakit dan cinta, antara hampa dan makna, antara orang dan kera, serta antara dosa dan surga. Masih belum menentukan jalan mana yang harus dipilihnya.
… seekor kucing menjinjit tikus yang menggelepar tengkuknya. …Ngiau! Ah gang yang panjang. Cobaah tentuan! Aku kenal Afrika aku kenal/ Eropa aku tahu Benua…. Aku ragu menetapkan yang/ mana suka  yang mana luka yang mana hampa yang mana/makna yang mana orang yang mana kera yang mana dosa yang/ mana surga.//

     (25) Sajak HYANG TAK JADI, berkisah tentang proses pencarian yang masih berlangsung, tetapi proses itu nyaris terhenti karena maut nyaris datang menyergap. Dalam proses pencarian tersebut, aku lirik mengalami sakit yang sedemikian hebat, sehingga maut nyaris datang menjemput. Hampir saja harapan-harapannya kandas dan nyaris putus asa.
sayap dalam gapai langit dalam cari/ resap dalam duhai riang dalam nyeri/wau!
…sarung waktu copot tulang telanjang bau/…maut menyelinap barukau tahu/ Hyang tak jadi datang sayangku/… taring dalam ngilai tikam dalam rindu/ terkam dalam renyai maut menyergapmu/ wau!//…usai dalam gapai perih dalam hari/ cuka dalam nadi luka dalam duri/ wau! Hyang tak jadi datang sayangku//

     (26) Sajak MALAM PENGANTIN, berkisah bahwa manusia ini dalam hidupnya tidak lagi dapat menyimpan rahasia hidupnya. Bahkan pada orang terdekat yang sudah dipercaya pun tak bisa.Diibaratkan sebagai pengantin yang walaupun sudah berada di dalam kamar, toh manusia lainnya mengetahui apa yang mereka kerjakan. Dinding, daun pintu, lubang kunci, akan menyebarkan kepada yang lain.
Sia-sia segala/ kau dan aku/ dinding yang menangkup kita/ adalah ribuan biji mata/ dan pintu penipu/ dan lubang kunci/ mengintip hati/ kita benarbenar tak lagi bisa bersendiri/ sementara mereka berpurapura membiarkan kita/ bertelanjang/ di kamar/ tak ada guna/…

     (27) Sajak ORANG YANG TUHAN, berkisah tentang manusia yang mencoba untuk menjadi Tuhan atau manusia yang mencoba untuk mencari Tuhan-Tuhan yang lain. Dalam proses pencarian ini terkadang jalannya tidak selalu mulus, terlalu banyak mengembara sehingga akhirnya sempat tergelincir dan jatuh ke lembah hina. Mabuk arak atau tuak, mabuk syahwat, hidup hanya diisi dengan foya-foya, dan jingkrak-jingkrak. Ternyata yang dianggapnya Tuhan itu hanya membuatnya terluka saja dan tak sampai pada pencariannya.
Orang yang tuhan/ gelasnya oleng karena mbak tuak/…orang yang tuhan/ nenggelamkan ranjang dengan kasihnya/ yang payau dalam geliat syahwat/ yang bilang ahh! Aku sudah/ orang yang tuhan/ sungsang dalam sampainya/ yang bilang wau!/ gapaiku dedak!/…orang yang tuhan/ bertualang selalu/ datang dan pergi/ dari luka ke lukamu/..
    

2.2   Sajak-Sajak Amuk
      Sajak-sajak yang terkumpul dalam Amuk terdiri dari 15 judul sajak, yang ditulis sejak 1973-1976.
                 (1) Sajak AMUK,  sajak ini ternyata paling panjang, terdiri dari 24 bait yang masing-masing bait ditulis di halaman yang berbeda. Jika dimaknai dari asal katanya, amuk bisa berarti marah, perasaan bergejolak yang hebat yang disebabkan oleh sesuatu. Jika dihubungkan dengan kumpulan sajak-sajak O, maka perasaan tersebut disebabkan proses pencarian akan Tuhannya yang begitu panjang dan berliku.
                  Pada bait (1) mengungkapkan ada jiwa yang  seperti kucing, hyena, leopard, atau  harimau yang lapar. Tetapi jiwa ini tak butuh makanan daging, karena bukan itu yang dicarinya. Yang dibutuhkannya adalah makanan rohani bukan jasmani.
            Ngiau dia lapar dia menambah rimba afrika/.dia meraung dia mengerang jangan beri/ danging dia tak mau daging jesus jangan/ beri roti dia tak mau roti ngiau//.

                 Pada bait (2), jiwa yang kosong seperti kucing yang berjuta hari tak pernah makan, sehingga ia mencari makan.
            Kucing meronta…/dia lapar Oalanglak lapar ngiau berapa juta lapar lapar ku/ cingku berapa abad dia mencari mencakar menunggu//
    
                 Pada bait (3), jiwa yang lapar itu ternyata mencari hidayah Tuhan dan ketenangan jiwa.
            Tuhan mencipta kucingku tanpa mauku/ dan sekarang dia meraung mencariMu/… kini ia minta tuhan sejemput saja/ untk tenang sehari untuk kenyang/sewaktu untuk tenang di bumi//

                 Pada bait (4), jiwa yang kelaparan semakin mencari hidayah Tuhan.
            Ngiau! Dia meraung dia mengerang hei/ berapa tuhan yang kalian punya beri/ aku satu sekedar pemuas kucingku hari/ ini ngiau huss puss diamlah aku pasang/ perangkap di afrika aku pasang perangkap di amazon aku pasang perangkap di amazon..

                  Pada bait (5) dan (6), jiwa yang kelaparan itu belum juga menemukan apa yang dicarinya, sehingga badannya sendiri dijadikan pengganti Tuhannya.
             …mautak mauku dia jadikan aku penggantiMu dalam rimba diriku dalam dunia/dalam kota dalam langit diriku/ngiau/…/ kalau tak aku/ yang membuat banyak bijak/ dan belum menjangkauMu?//

                  Pada bait (7), kegelisahan jiwa yang lapar dan jasmani yang lelah akhirnya bergelut.
            Salam padamu gelisah hari/ tabik padamu bibit benci/..maka puah/ jadilah perang//

                   Pada bait (8), usaha pencarian semakin menggebu. Jiwa yang lapar secara sadar yakin bahwa Tuhan itu ada. Apalagi jika ada kematian,  jejak Tuhan ada di sana.
            …kalian menyimpan tuhan untuk sendiri/ samapi kalian bangkai/ dan aku hanya melihat jejakNya pergi/ di ujung nafas kalian/ entah ke mana/ harimau mati tak meninggalkan kenyang/ manusia mati tuhan hidup entah di mana//

                  Pada bait (9) dan (10), harapan untuk menemukan pencarian semakin besar.  
           …apa yang julur? Harap. Apa yang rasa? Sesal.dengan seribu sesal/ kucari Kau dengan segala asal kucari/ Kau dengan seribu akal kucari Kau de/ gan seribu dajal kucari Kau//

                  Pada bait (11), rasa penyesalan dan putus asa mulai datang. Apalagi jika mengingat waktu yang sudah lewat, masa lalu yang sia-sia. 
            Aku telah menemukan jejak/ aku telah mencapai jalan/ tapi belum sampai tuhan/ berapa abad lewat/ berapa banyak arloji pergi/ berapa banyak isyarat dapat/ berapa banyak jejak menapak/ agar sampai padaMu?

                   Pada bait (12), berbagai cara dilakukan untuk menemukan hidayah Tuhannya. Jiwa yang haus ini yakin bahwa usaha berbanding lurus dengan hasilnya. Jika usaha kita semakin keras maka hasilnya pun akan didapat. Sebagai seorang penyair, kata-kata indah diciptakan untuk mengangungkan Tuhan, tetapi ternyata tidak cukup. Cara yang dilakukan untuk mencari Tuhan ternyata tidak sesuai aturanNya.
            dalam tiap kata diriku/ hai kau dengar kucing memanggilMu?/ aku lepaskan segala bahasa/ agar kucingku bisa mmanggilMU/aku biarkan penyair dengan kata-kata/ tapi banyak yang meletakkan bertonton gula purapura/ bergerobak kerak filsafat/ hingga kata tercekik karenanya/ bagaimana penyair bisa sampai tuhan/ kalau kata tak sampai? Kambing umpan mati tercekik/ sedang rimau tak makan bankai/ lewat tertawa terkekehkehkehkehkehkehkehkehkeh//

                   Pada bait (13) dan (14), kesadaran diri bahwa cara dan bahasa yang digunakan untuk mencari Tuhan selama ini belum tepat. Walaupun begitu proses mencari terus dilakukan dan tak pernah berhenti.
            Husspuss/ diamlah/ kashani mereka/ mereka sekedar penyair/ husspuss/ maafkan aku/ aku bukan penyair sekedar/ aku depan/ depan yang memburu/ membebaskan kata/ memanggilMu/ …/ nama nama kalian bebas/ carilah tuhan semaumu//
            … dia mengerang berapa ribu waktu dia/ menderu mencari mecakar menungguMu//

                    Pada bait (15), pergumulan pencarian tersebut diibaratkan sebagai hubungan yang sangat mesra dan sangat dekat. Sholat, tahajut, puasa, dan itikaf di masjid menanti Lailatul Qadar yang kebaikannya seribu bulan sudah dijalani.
            Susu haru segala perempuan/ aku telah ngisap kalian/ perigi langit sumur seribu perahu/ aku telah meregukmu/ malam seribu bulan/ aku telah meniduri/ tiang segala lelaki/ aku telah sampai puncakmu/aku telah berjuta waktu/ mencari menunguMu//

                   Pada bait (16), semakin lama jiwa yang haus dan lapar semakin sadar bahwa  sebenarnya jiwanya sudah milik Tuhannya sejak ia masih ada di alam sebelum dunia fana ini. Oleh sebab itu jiwanya lebih tua dari peninggalan sejarah mana pun di dunia ini.
            Lebih tua dari niniveh lebih tua dari sphinx/ lebih tua dari maya lebih tua dari jawa/ lebih tua dari babilon/ aku telah hidup sebelum musa/ …/ maka akulah hidup/ dan Kau telah menapakkan berjuta jejakMu dalam hidupku// 

                   Pada bait (17),  keresahan jiwa yang mencari Tuhannya semakin jelas. Cara dan jalan untuk sampai pada yang dicarinya sudah dilalui, tapi belum sampai pada akhirnya.
            Jejak tak menggapai tuju/ jejak tak mewariskan sampai/ luka tak meninggalkan badan/ resah tak menjangkau pegang/ siapa Kau?/

                   Pada bait (18), jiwa yang mencari mencoba cara lain untuk mencapai Tuhan. Mulai dari tuak yang memabukkan dan mawar yang harum wangi sudah dicobanya.
            Dengan seribu tuak kukuak lautan dengan seribu matari/ kucoba jadi dengan sejuta meriam kucoba menang dengan/ sejuta mawar kucoba penawar dengan apa mencariMu?...kucing sembilu/ kucing batinku/ ngiau!//

                   Pada bait (19), keresahan jiwa yang tak kunjung sampai pada puncak pencarian menjadi terluka.
…kepak  erang tak sampai sudah malam tak sampai/ gapai itulah aku/ lukaku lukakalian lukakita lukarisau lukangiau/ wau//

                    Pada bait (20), jiwa yang lapar terus mencari makanan yang paling tepat, seperti musang makan ayam, harimau makan rusa, elang makan ikan, dan burung murai makan cacing. Jiwa yang lapar itu pun masih bertanya apakah jiwanya memang benar-benar mencari Tuhan.
….musang/ apa ayamku/ rimau/ apa rusakau/ elang/ apa ikankau/ murai/ apa cacingkau/ kalian/ apa tuhankau?/ hei beri aku sejemput/ siapa tahu bisa puas sekejap kucingku//

                     Pada bait (21), jiwa yang haus terus bertanya tentang dirinya. Siapakah manusia? Siapakah dirinya? Harapannya hanya satu, dapat menemukan apa yang selama ini dicarinya.
Apakah manusia? Hasrat/ kaki/ paha/ kontol/ puki/ perut/ badan/ tangan/ hati/ kepala/ langit/ duri/ bumi/ was/ was/ was/ was/ janji/ entah!//

                     Pada bait (22), jiwa yang haus dan lapar mulai menemukan titik terang. Pencarian tidak lagi dilakukan dengan cara yang asal-asalan. Cara-cara yang memang ditetapkan oleh Tuhan melalui kitab mulai diamalkan.
ku teruskan perpanjangan orang aku jadikan/mereka perangkap menangkapMu/ kuharap isiNya kudapat remahNya/ kulahap hariNya kurasa resahNya/ kusangat inginNya kejumpa ogahNya/ kumau Dianya kutemu jejakNya//

                   Pada bait (23), Jiwa yang terus mencari akhirnya sampai pada apa yang dicarinya. Jiwa yang mencari menyadari bahwa mencari Tuhan tidak mudah dan ternyata Tuhan itu sangat dekat dengan manusia. Diri manusia dan alam disekitarnya adalah tanda-tanda kekuasaanNya jika manusia mau berfikir dan mencari hidayahNya.
Aku temukan jejakMU pada batu amazon pada/ badanmesopotamia pada tubuh babilon pada/ orang kini pada akan orang/ aku telah nangkap manusia dengan tangan/ dengan meriam dengan ide dengan pikiran/ namum Cuma jejakMu saja yangaku dapatkan/ pada mereka/ aku bosan nanti aku bosan tunggu aku bosan/ hari aku bosan waktu aku bosan janji/ akulah penakluk yang bosan tawanan/ maka kini kulepaskan kalian//

                  Pada bait (24), jiwa yang mencari, yang selama ini terkungkung di dalam jasad seorang manusia kini telah bebas karena telah menemukan apa yang selama ini didambakannya.
            Mawar lepas rasa/ tikam lepas luka/ gunung lepas puncak/ kini aku bebas/ kutaklagi punya tawanan/ batu tak lagi beban/ …./ bebas/ ngiau/was was was was was was /…/ puss/ diam/ makanlah/ se/ Ada/ mmmmMu!//

                    (2) Sajak SUDAH WAKTU,  berisi kepasrahan seseorang yang menyadari siapa dirinya. Mengembalikan jiwanya pada pemiliknya.
            Sudah waktunya sekarang/ kau mengembalikan/ rumput/ tangkai/ ranting/ pepohonan/ ke dalam dirimu/…/ karena asal tanah itu kau/ asal langit itu kau/ asal laut itu kau/ asal jagat itu kau//…

                  (3) Sajak DENYUT, berisi keyakinan bahwa hidup dan mati manusia milik Tuhan.
            Akan kau kau kan kah hidupmu? Kau nanti kau akan kau mau kau mau/…
            Yang langit yang gapai yang sangsai/ denyutku denyutk denyutku//

                  (4) Sajak SHANG HAI, sarat dengan permainan kata yang menghasilkan bunyi yang berirama. Apa yang diharapkan tidak sesuai dengan kenyataannya.
            …kutakpunya ping/ kutakpunya pong/ pinggir ping kumau pong/tak tak bilang ping/ pinggir pong kumau ping/ tak tak bilang pong/ sembilu jarakMu merancap nyaring//

                  (5) Sajak MESIN KAWIN, berisi perumpamaan manusia yang hanya mementingkan syahwat, manusia yang menjadi budak pemuas nasfu manusia lainnya.
            Burung membuat sarang diluar bunga menjadi buah ditanam/ dua seksolog membikin mesin kawin dari kotakkotakkotak/…/aku tersipu seksolog senyum mau kau mencoba mesinkawin? Tiktaktiktaktiktaktik/ taktikaktiktak/No no no no no no no no no no no…   

                    (6) Sajak SEPISAUPI, judul ini mungkin saja berasal dari kata sepi dan pisau. Jiwa yang hampa tanpa Tuhannya terasa sepi. Sepi itu lama-lama menjadi luka.
            Sepisau luka sepisau duri/ sepikul dosa sepukau sepi/ sepisau duka serisau diri/ sepisau sepi sepisau nyanyi/…/ sampaipisauNya kedalam nyanyi//

                  (7) Sajak KUCING, masih sama isinya dengan sajak AMUK. Jiwa yang lapar, haus, dan mencari Tuhannya diibaratkan seperti kucing yang mengiau terus menerus. Jiwa yang resah dan lelah mencari akhirnya ingin berhenti sesaat.
            Ngiau!kucing dalam darah dia menderas/ lewat dia mengalir ngilu ngiau dia ber/gegas lewat dalam aortaku dalam rimba/…/ dia meraung/ mencariMu/ dia lapar jangan beri nasi/…dia minta tuhan sejemput saja untuk tenang se/hari untuk kenyang sewaktu untuk tenang/ di bumi ngiau!/…

                  (8) Sajak TIK, berkisah tentang waktu yang terus berjalan dan tak akan menunggu manusia.

            …ketika/ laut tidur kembali/dua ribu arloji tak bertuan/ yang/ dipakai/ kepiting/ dipantai/ masih saj berbunyi/ tiktiktiktiktiktiktiktik…

                  (9) Sajak TAPI, berkisah tentang orang yang sudah berusaha untuk menyenangkan orang lain dengan berbagai cara, tetapi masih saja ada yang kurang.Mungkin saja jiwa yang sedang mencari Tuhannya ini masih bingung dengan cara apa menyenangan jiwanya tersebut.
            Aku bawakan bunga padamu/ tapi kau bilang masih/ aku bawkan resah padamu/ tapikau bilang hanya/… tanpa apa aku datang padamu/ wah//

                  (10) Sajak SEJAK, berkisah pertanyaan jiwa yang resah sejak kapan dirinya mengenal dan tidak mengenal Tuhan.
            … sejak kapan tuhan dipanggil tak/ sejak kapan tak dipanggil rindu?//
                  (11) Sajak PIL, berkisah tentang obat yang paling mujarab untuk pasien yang jiwanya sedang mencari Tuhanya.
            … pil pil pil mengapa gigil?/ aku demam pil bilang/ obat jadi barah/ apakah pasien?/ tempeleng!
              
                  (12) Sajak TANGAN, berkisah tentang tangan yang dapat dipakai untuk apa saja. Tetapi seharusnya tangan dan jari-jarinya dipakai untuk hal-hal yang berguna.
            Seharusnya tangan bukan hanya tangan tapi tangan yang/ memang tangan tak Cuma tangan tapitangan yang tangan/…/ segala buntung segala tak tangan/ hanya jam yang lengkap tangan menunjuk entah kemana//

                  (13) Sajak TAK, berkisah segala sesuatu telah hilang. Mulai dari guruh, desir, hingga tanda tak ada lagi yang dapat digunakan untuk mendatangkan hidayahNya.
            …gerak takada/ tanda takada/ ada takada// kau tak/ lengangngng/datanglah Tempelengngngngngngngngngngngng!

                (14) Sajak LUKA, sajak yang hanya terdiri dari 2 kata: ha ha. Sangat singkat tapi dapat bermakna bahwa jiwa yang selama ini kosong, yang selama ini mencari sudah terluka. Akhirnya ia menertawakan dirinya sendiri.
                (15) Sajak KALIAN, hanya ada kata pun. Dapat bermakna bahwa apa yang dialami oleh jiwa yang kosong ini juga pasti akan dialami oleh orang lain yang mencari Tuhan seperti dirinya.

2.3   Sajak-Sajak Kapak
     Sajak-sajak yang terkumpul dalam Kapak terdiri dari 25 judul sajak yang tercipta antara tahun 1976-1979. Sajak-sajak Kapak dibuka dengan Pengantar Kapak Sutardji sebagai berikut:
    Kenapa Kapak? Imaji Kapak memecahkan kemampatan. Sekali orang jatuh dalam kerutinan, itu waktu dia termasuk dalam kemampatan. Batin jadi mampat. Untuk itu dibutuhkan kapak guna memecahkannya sehinga hari-hari akan mengalir dengan deras menantang kita untuk kreatif. Hidup menjadi lebih gairah karena ditantang dan dirangsang untuk kreatif….
   Tidak seperti sajak-sajak saya yang terdahulu yang banyak dengan pencarian ketuhanan, dalam saja-sajak selanjutnya maut lebih mempesona saya.
   Menghayati kematian sebelum mati, itulah yang saya tampilkan dalam sajak-sajak saya ini. Maka imaji-imaji kubur banyak dijumpai dalam sajak-sajak saya yang terbaru, sesuatu yang tidak diketemukan dalam kumpulan O ataupun Amuk…
     Pertemuan dengan maut bukanlah seperti orang yang menemukan dompet di tengah jalan. Maut telah hadir dalam diri kita, sejak kita hidup. Sejak kita mulai bernapas di dunia ini, sejak itu pula maut membenih dalam diri kita. Dan kemudian lambat atau cepat tumbuh memagut kita habis…
     Kehadiran manusia di dunia bagaikan astronot yang jatuh ke bumi. Dan kejatuhan itulah dengan manisfestasinya berupa derita luka dan maut (kefanaan) yang mempertalikan kemanusiaan menjadi satu bagaikan saudara kembar yang sama dalam takdir dan sama dalam semangat kembara pencarian spiritualnya….
    Namun dalam kenyataan kesehari-harian kehidupan modern sering penghayatan serta kesadaran bahwa kemanusiaan itu satu menjadi kabur karena komunikasi kemanusiaan terganggu, karena adanya rintangan terhadap komunikasi batin manusia, sehingga menimbulkan pertanyaan….
     Keakraban kemanusiaan, komunikasi kemanusiaan yang intens dan total hanya bisa sampai kalau masing-masing manusia saling bisa menerjemahkan irinya. Dengan demikian kemanusiaan menjadi satu bahasa kembali, kemanusiaan menjadi satu…
     Sajak-sajak dalam kumpulan Kapak ini merupakan manifestasi dari usaha saya untuk mencapai puncak yang lain lagi dari kepenyairan saya, setelah puncak-puncak yang telah saya tunjukkan dengan kumpulan O dan kumpulan Amuk…
     Menyair adalah suatu pekerjaan serius. Namun penyair tidak harus menyair sampai mati. Dia boleh meninggalkan kepenyairannya kpan saja. Tapi bila kau sedang menuliskan sajak, kau harus melakukannya secara sungguh-sungguh, seintens mungkin, semaksimal mungkin. Kau harus melakukan pencarian-pencarian, kau harus mencari dan menemukan bahasa. Yang tidak menemukan bahasa tidak akan pernah disebut penyair. Saya menyair dan karena itu saya menemukan bahasa saya. ..

     (1) Sajak BABI I, babi adalah binatang yang diharamkan dalam Islam. Orang yang sedang mengamuk kadang diibaratkan dengan kata membabi buta. Sajak ini menggambarkan apa saja yang ada disekitarnya sudah mendekati sekarat.
Batu demam/ sungai pingsan/ laut luka/ kapal berdarah/ … 
     (2) Sajak BABI III, melukiskan keadaan yang mencekam dan mendekati kematian. Masih menggambarkan perasaan galau yang membabi buta karena pencariannya tak juga berakhir. Jika ikan mati maka yang tertinggal adalah sisiksisiknya saja. Jika manusia keburu mati sebelum menemukan Tuhan, apa yang akan dibawanya sebagai bekal?
Kemarau parau/ arwah ikan ngarung langit/ sama pohon legam/ tinggal sisiksisik perih/ menghias arang jam/… 

      (3) Sajak LALAT, lalat adalah binatang yang senang dengan kotoran dan bangkai. Seekor lalat bisa saja menjadi pertanda bahwa ada seonggok bangkai. Manusia yang matipun akan menjalani hari perhitungan di padang Masyhar. Akan melewati jembatan untuk menentukan apakah ia pantas masuk surga atau neraka.
Dengan lalat/ terbang dari nanah ke nanah/…/ aku terbang/ sama lalat arwah/ (kini ia mati kena tempeleng)/ dari timbangan/ dari titian ke lain titian/…

     (4) Sajak TENGAH MALAM JAM, bercerita tentang waktu yang paling menakutkan bagi manusia, yaitu jam 12 malam. Pada waktu ini ketakutan kita akan gelap semakin terasa.
Duabelas malam jam/ duabelas angina jam/ …/ duabelas neriak kapak/ ribubelas babi nyeruduk lengang badan//

     (5) Sajak RAHANG, berkisah bahwa kehadiran manusia di dunia ini seperti astronot yang jatuh ke bumi. Takdir yang kemudian di terima oleh manusia adalah derita dan maut.
Di bawah bulan/ hiyu mengangaka rahang/ menunggu astronot jatuh/…/ saudara/ kembar/a/ku!/ kita selalu/ dipertalikan/ oleh/ jatuh//

     (6) Sajak HEMAT, berkisah bahwa sejak manusia hadir di dunia ini sudah pula membawa kematian /maut dalam dirinya. Sehingga maut itu seakan-akan sudah ditabung di dalam diri kita, yang tak tahu pasti kapan akan dipanen.
Dari hari ke hari/ bunuh diri pelan pelan/ dari tahun ke tahun/ bertimbun luka di badan/ maut menabungKu/ segobang segobang//

       (7) Sajak KAPAK, berkisah bahwa semua manusia membutuhkan kapak untuk menghancurkan kemampatan pikiran dan jiwanya.
Semua orang membawa kapak/ semua orang bergerak pergi/ menuju langit/ semua orang bersiapsiap nekad/ kalau tak sampai langit/ mengapa tak ditebang saja/…

      (8) Sajak DOA, berisi doa seseorang yang memohon pencerahan pada dirinya, agar keresahan dan kesusahannya hilang.
O Bapak Kapak/ beri aku leherleher panjang/ biar kutetak/ biar ngalir darah resah/ ke sanggup laut/ Mampus!

      (9) Sajak SOP, berisi pengakuan seseorang yang telah makan dan minum sesuatu yang tidak halal. Makanan tersebut telah mengotori jiwanya sehingga tak lagi bercahaya bahkan mati.
Aku sedang makan sop hitam/ dari darahku/ dan menghisapnya sampai perutku besar/ darahku penuh anjing-anjing hitam/melolong menggigit jam/…

     (10) Sajak KUBUR, berisi gambaran bahwa orang yang sudah dikubur akan meninggalkan semua yang ada di atas kubur. Orang yang sudah dikubur diibaratkan sebagai pelaut yang telah menemukan pelabuhan untuk kapalnya.
Di lapangan berlayar kubur-kubur/ kau dengar denyarnya/ membawa pelabuhan pergi/ di luar kubur/ orang orang tanpa pelabuhan/ melambaikan tangan/ para pelaut/ tak memberikan lambaian kembali/

     (11) Sajak NUH, bercerita bahwa aku lirik menginginkan agar diberikan kemampuan untuk mendapatkan kelancaran dalam berkarya, agar mendapatkan puncak-puncak lain dari proses pencariannya. Hal ini bagai kaum Nuh yang mendambakan tanah agar terlepas dari banjir.
… tak ada yang luput/ bahkan mimpi tak/ tanah tanah tanah/ beri aku puncak/ untuk mulai lagi berpijak!/

     (12) Sajak PERJALANAN KUBUR, semua yang hidup pada akhirnya akan mati dan dikubur.
…lalat-lalat menggali perigi dalam dagingku/ untuk kuburmu alina/ …/ awan pergi ke hujan membawa kubur-kubur/ hujan pergi ke akar pohon ke bunga-bunga/ membawa kuburmu../

     (13) Sajak SILAKAN JUDUL, berisi keterbatasan kata-kata yang dimiliki penyair untuk  mencari Tuhannya. Bibir, kata-kata, bahkan kamus tak sanggup melukiskan kebesaranNya.
di atas bibir/ dibawah bibir/ kamus tak sanggup/ mengucapKu//
     (14) Sajak HUJAN, bercerita tentang hujan yang menyejukkan tanah-tanah kubur.

Hujan/ bercakapcakap/ sama daunan/ sama pohon/ sama batu-batu/…/lalu/ di dalamnya/kulayarkan kubur kubur…//

     (15) Sajak WARISAN, berkisah tentang luka dan derita yang diterima seseorang bagai menerima warisan.
Kuterima luka ini/ bagai ibu/ bagai kakek/ bagai datuk/ dari datukdatukdatukdatukdatukku../ mendapatjannya…/
    
      (16) Sajak BAYANGKAN, berkisah tentang seseorang yang putus asa. Berbagai cara dilakukan untuk mengusir kegalauan hatinya. Mulai dari minum wiski, punya anak, dan lainnya. Pada akhinya hanya kekecewaaan saja yang didapat hingga akhirnya bunuh diri.
…bayangkan kalau tak ada wiski di bumi/…/ lalu diambilnya pistol dari laci../ dan ditembaknya kepala sendiri/ bayangkan//    

     (17) Sajak GAJAH DAN SEMUT, berisi perjalanan spiritual seseorang yang berliku-liku.
Tujuh gajah/ cemas/…/ perjalanan kalbu//

     (18) Sajak PARA PEMINUM, berkisah tentang para peminum yang mencoba menggunakan bir sebagai alat untuk mencari. Jika tidak mengetahui yang salah maka tidak tahu yang benar.
Di lereng lereng/ para peminum/ mendaki gunung mabuk/ kadang mereka terpeleset/ jatuh dan mendaki lagi/ memetik bulan/ di puncak… 

     (19) Sajak BERDARAH, berisi keberhasilan seseorang yang selama ini mencari isi jiwanya yang kosong. Kekosongan tersbut disebabkan karena kemampatan. Kemampatan tersebut telah terbuka dengan bantuan sebuah kapak. Air dan darah dapat mengalir lagi.
Hari ini aku berdarah . kapak hitam memekik almanakku./ …/ hari ini aku berjalan lewat almanakku. Aku berteriak koyak aku/ menggumam demam aku mengigau risau. Aku begitu darah! Bahkan/ kalu hanya bayangku menyentuh tanah tanah kan menggumpal darah!// 

     (20) Sajak KUKALUNG, menceritakan seseorang yang melepaskan segala yang kedukaan dan keresahan yang ada dalam dirinya.
Kukalung sungai kukalung/ kukalung ikan ikan/…/ kukalung sungai kukalung/ kumuarakan luka duka/
     (21) Sajak DAGING, berimaji kematian. Jasad manusia yang meninggal akan dimakan tanah. Jasad hanyalah teman dibumi.
…/ daging/ kaukawan di bumi di taah di resah di babi babi/…/daging/ ging ging/ kugali gali kau/ buat kubur/ dari hari/ ke hari/

     (22) Sajak SIAPA, berisi pertanyaan apakah dirinya sudah sampai pada tujuan yang dicarinya.
…/ siapa bernyanyi? entahlah! Siapa tahu? Tak tahulah! Apa yang/ baku? Kalau tak kamu! Mengapa rindu? Kalau tak batu! Diancuk!/ nyeri badan bergoyang. Siapa sayang kalau tak…

      (23) Sajak WALAU, berisi pengakuan Sutardji yang seorang penyair bahwa sehebat-hebatnya ia mencipta sajak dengan kata-kata yang paling indah pun ternyata sangat sulit untuk sampai kepada Allah SWT. Sajak ini mengungkapkan ketika Sutardji mulai mendapat petunjuk, hidayah Allah. Dulu Sutardji mengira bahwa mencari Tuhan cukup dengan kata-kata puisi. Jadi, jangan mencari Tuhan lewat kata-kata penyair, tapi lewat kata-kata Tuhan, kacamata Tuhan.
Walau penyair besar/ takkan sampai sebatas allah/ dulu pernah kuminta tuhan/ dala diri/ sekarang tak/ kalau mati/ mungkin matiku bagai batu tamat bagai pasir tamat/ jiwa membumbug dalam baris sajak/ tujuh puncak membilang bilang/ nyeri hari mengucap ucap/ di butir pasir kulis rindu rindu/ walau huruf habislah sudah/ alifbataku belum sebatas allah/    

      (24) Sajak SATU, mengungkapan bahwa komunikasi manusia akan terjalin jika masing-masing manusia saling memahami dirinya. Sehingga bahasanya menjadi satu.
Kuterjemahkan tubuhku ke dalam tubuhmu/  ke dalam rambutmu kuterjemahkan rambutmu/ …/ jika lidahmu tak bisa mengucap lidahku/kuterjemahkan lidahku ke dalamlidahmu/…/ daging kita satu arwah kita satu/ walau masing jauh/ yang tertusuk padamu berdarah padaku/

     (25) Sajak  BELAJAR MEMBACA, mengungkapkan bahwa dalam kehidupan modern sering penghayatan serta kesadaran bahwa kemanusiaan itu satu menjadi kabur karena komunikasi kemanusiaan itu terganggu, karena adanya rintangan terhadap komunikasi batin manusia, sehingga menimbulkan pertanyaan.
Kakiku luka/ luka kakiku/…/ kalau lukaku lukakau/ lukakakukakiku lukakaku kaki kaukah/lukakakukakikaukah lukakakukakiku/

3. Penutup

     Sajak-sajak dalam O berjumlah 27 judul. Sajak-sajak dalam Amuk berjumlah 15 judul, khusus untuk sajak Amuk terdiri dari 24 bait. Sajak-sajak dalam Kapak terdiri dari 25 judul. Jadi total judul dalam kumpulan O Amuk Kapak berjumlah 67 judul sajak dan terdiri dari133 halaman. Sajak-sajak tersebut ditulis tahun 1966-1979. Ini berarti dalam masa 13 tahun Sutardji melakukan perjalanan spiritualnya. Dalam kurun waktu yang cukup panjang itu Sutardji membuktikan keseriusanya sebagai penyair religius.
     Perjalanan spiritual seorang Sutardji berawal dari O, bermula dari kehampaan, berawal dari titik nol. Nampaknya bagi Sutardji menulis puisi merupakan ungkapan hati nurani manusia yang dipkraktekkan secara individual oleh sang penyair. Keinginan- keinginan seperti mencari Tuhan, mencari keindahan, mencari kebenaran, mencari ketenangan,atau mencari makna hidup diterjemahkan sedemikian rupa oleh Sutardji dalam sajak-sajaknya.  Imaji pencarian Tuhan tampak dalam diksi: mana jalanmu, siapa aku, meraba, mencari, Mu, Hyang, Kau, Adam, Quran, ketemu, Kasihku,dan Tuhan. Jiwa yang hampa digambarkan dengan diksi: sepi, duka, rindu,resah, sia-sia,menggapai, luka, surga, neraka, tolong,hilang, dan kosong. Jiwa yang hampa tersebut disebabkan: minum-minum, nyanyi-nyanyi, senyum-senyum, jingkrak-jingkrak, ketawa, mabuk tuak, dan minum arak. Jika ada yang menjulukinya penyair bir, hal itu adalah tanpa alasan. Sutardji sendiri mengatakan:
Bir hanyalah sebagai alat. Tidak ada bedanya dengan rokok atau mobil. Itu karena saya menganggap sajak saya berat. Itu seperti kita menunggagi kuda liar, bagaimana caranya agar mampu dikendalikan. Jangan sampai kuda itu merusakan jalan kita. Dalam proses pencarian ada yang cepat dan mudah, ada pula yang sulit dan berliku-liku. Ada yang beruntung tampa harus mengenyam dosa-dosa dulu, langsung baik. Ada pula yang baik dulu, kembali rusak, lalu baik lagi. Kalau sekarang dianggap baik, mudah-mudahan tambah baik.

      Sajak-sajak dalam Amuk semakin memperjelas proses pencarian Tuhan tersebut. Jiwa yang kosong dan hampa dari Tuhan ini, diibaratkan sebagai seekor kucing yang selalu mengiau karena kelaparan dan kehausan. Kucing ini berusaha kesana-kemari mencari makanan apa yang dapat mengenyangkan. Namun sayang sekali semua makanan yang dicobanya hanya sekedar mengenyangkan badannya saja belum sampai pada jiwanya. Diksi yang dapat menggambarkan hal tersebut adalah: ngiau!, kucing, meronta, mencakar, tak makan, daging, lapar, kenyang,dajal, dan kucing batinku. Sajak-sajak dalam Amuk juga menggambarkan jiwa yang terus meronta karena pencariannya belum juga membuahkan hasil. Hal ini tergambar dalam diksi: sudah waktunya, denyut, waktuku, jarakMu, sepi, pisau, meraung, obat, pil, pasien, aku bosan nanti, dan jejakNya. Jiwa kosong yang mencari ini tentu saja tidak membutuhkan makanan secara fisik, tetapi makanan jiwa. Makanan jiwa tersebut adalah HidayahNya yang dapat menentramkan, menerangi, dan mengenyangkannya.
     Jika dalam O dan Amuk Sutardji lebih banyak melakukan pencarian ketuhanan, maka dalam Kapak, Sutardji lebih terpesona dengan masalah maut. Walaupun begitu ketiganya memiliki mood dan tema yang sama yaitu, religius. Imaji maut tergambar dalam diksi: mati, titian, surga, maut menabungKu, mampus, kubur, lalat, bunga, darah,nanah, bendera hitam, berdarah, tanah, tersayat, daging, Allah,  tuhan, alifbata,tamat, dan arwah.
     Dalam Kapak, Sutardji menggunakan diksi: babi, lalat, ikan, sisik, hiyu, anjing hitam, kucing hijau, lintah hitam, semut, gajah, tulang, merpati sayapmu, dan kuda. Kata-kata ini memperjelas imaji pemberontakan dan perang batin dalam jiwa Sutardji yang liar seperti binatang. Jiwa liar Sutardji juga tampak dalam penggunaan kata-kata kotor dan umpatan.  
     Sajak-sajak dalam Kapak merupakan muara dari sungai berliku perjalanan spiritual Sutardji. Kapak telah menghancurkan segala hal yang memampatkan jalan menuju Tuhan. Bisa saja sepi, derita, resah, marah, sakit dan kematian telah mengingatkan diri dan jiwanya agar selalu berada di jalan Tuhan. Muara perjalanan spiritual Sutardji terlihat jelas dalam sajak WALAU , Sutradji mengungkapkan ketika mulai mendapat petunjuk, hidayah Allah. Pada pencarian itu Sutardji sadar bahwa walaupun ia penyair besar tidak akan sampai ke batas Allah.
     Kereligiusan Sutardji dicapai dengan cara yang tidak mudah, “penyair bir” hanyalah stempel diri masa lalu yang tak bersisa. Sutardji sendiri mengakui bahwa karya-karyanya banyak dipengaruhi oleh karya-karya Jalaluddin Rumi. Jika Rumi dikenal sebagai sufi dulu baru penyair. Bedanya, Rumi tidak pernah menuliskan sajak-sajaknya sendiri. Selalu murid-muridnya yang melakukan hal itu. Lihatlah kutipan syair berikut ini: Kata kata ini adalah tangga ke langit/ Sesiapa menaikinya ke atap ia sampai/ Bukan langit biru atap itu/ Tapi atap di balik segala langit dunia (Sultan Walad, Putra Jalaluddin Rumi). Sementara, penyair-penyair sufistik yang ada di Indonesia, jadi penyair dulu baru kemudian bersufi-sufi. Quito Riantori Motinggo, dalam artikelnya berjudul “Imajinasi, Sastra, dan Spiritualitas Islam”, menuliskan sebagai berikut:
     Kisah-hidup Sutarji sebagai penyair-sesungguhnya juga beberapa penyair Indonesia lainnya-saya kira bisa menjadi ilustrasi yang menarik. Pernah ada masa ketika ia dikenal sebagai “penyair bir.” Inilah barangkali fase dalam hidupnya ketika dia mengandalkan pada daya khayal apa adanya. Dan memang, mood inducing drugs or substance tertentu-obat bius, LSD (dulu), anggur, termasuk bir-dipercayai bisa membantu orang untuk “naik” ke alam imajinal ini… .
     Belakangan, kembali pada Sutarji, tampaknya dia lebih memilih untuk “mengendalikan” ilham-ilhamnya dengan perasaan religius, kalau malah bukan dengan daya rasionalnya. Atau, barangkali, ia hanya merasa bahwa ilham tak mesti dipancingnya dengan kemabukan akibat bir, yang diketahui banyak mudaratnya. Yang pasti, belakangan Sutarji meninggalkan ritual minum untuk kegiatan-kegiatan puitiknya.
       Sutardji beranggapan jika menjadi penyair muslim, maka antara syair dengan perilaku kita tidak ada bedanya. Karena itulah Sutardji ingin menjadi khalifah Allah di bumi. Sebagai khalifah manusia ini sebagai duta. Duta itu adalah untuk melakukan pekerjaaan Tuhan di bumi. Untuk mencapai kedudukan seperti itu sulit. Tetapi Sutardji dan manusia di bumi ini berusaha ke arah itu.  Allah SWT berfirman: "Hai manusia, sesungguhnya engkau berusaha sungguh-sungguh menuju kepada tuhanmu, maka engkau akan menemuinya". (Qs Al Insyiqaq , 84: 6). Jika manusia berusaha mencari, maka ia akan menemukan apa yang dicarinya. Jika pencarian dimulai dari titik nol maka akan berakhir di titik akhir pencarian.

Lampiran 1 :      Daftar Isi Kumpulan Sajak O Amuk Kapak

Kumpulan O

KredoPuisi …….....................................                                                         13                        
1.      Ah………………………………………………………………....   16
2.      Mana Jalanmu?................................................................................   18
3.      Mantera…………………………………………………………....   20
4.      Dapatkau?.........................................................................................  21
5.      Batu………………………………………………………………..  22
6.      Colonnes Sans Fin…………………………………………………  24
7.      Mari………………………………………………………………..   25
8.      Jadi…………………………………………………………………  27
9.      Puake………………………………………………………………  28
10.  Pot…………………………………………………………………   30
11.  Herman…………………………………………………………….  31
12.  O…………………………………………………………………. .  32
13.  Daun……………………………………………………………….  34
14.  Biarkan…………………………………………………………….   35
15.  Solitude……………………………………………………………   37
16.  Tragedi Winka & Sihkha…………………………………………..  38
17.  Q…………………………………………………………………...  39
18.  Apa Kautahu?...................................................................................  40
19.  Sculpture…………………………………………………………...  41
20.  Hilang (Ketemu)…………………………………………………...  42
21.  Obladi Oblada……………………………………………………... 43
22.  Hyang?……………………………………………………………..  44
23.  Kakekkakek & Bocahbocah……………………………………….  46
24.  Ngiau………………………………………………………………. 47
25.  Hyang Tak Jadi.................................................................................. 48
26.  Malam Pengantin…………………………………………………... 50
27.  Orang yang Tuhan…………………………………………………. 52

Kumpulan Amuk

1.      Amuk………………………………………………………………. 56
2.      Sudah Waktu………………………………………………………. 81
3.      Denyut…………………………………………………………….. 83
4.      Shang---Hai………………………………………………………...  84
5.      Mesin Kawin……………………………………………………….  85
6.      Sepisaupi…………………………………………………………...  87
7.      Kucing……………………………………………………………... 88
8.      Tik………………………………………………………………….  90
9.      Tapi………………………………………………………………...  91
10.  Sejak……………………………………………………………….  92
11.  Pil………………………………………………………………….   93
12.  Tangan……………………………………………………………..  94
13.  Tak…………………………………………………………………  95
14.  Luka………………………………………………………………..  96
15.  Kalian………………………………………………………………  98


Kumpulan Kapak

Pengantar Kapak………………………………………………………   101
1.      Sajak Babi I……………………………………………………  105
2.      Sajak Babi III………………………………………………….  106
3.      Lalat…………………………………………………………...   107
4.      Tengah Malam Jam……………………………………………   108
5.      Rahang…………………………………………………………  109
6.      Hemat………………………………………………………….  110
7.      Kapak………………………………………………………….   111
8.      Doa…………………………………………………………….  112
9.      Sop……………………………………………………………..  113
10.  Kubur…………………………………………………………..  114
11.  Nuh…………………………………………………………….  116
12.  Perjalanan Kubur………………………………………………  117
13.  Silakan Judul…………………………………………………..   118
14.  Hujan…………………………………………………………..  119
15.  Warisan………………………………………………………...  120
16.  Bayangkan……………………………………………………..  121
17.  Gajah dan Semut………………………………………………  122
18.  Para Peminum…………………………………………………   123
19.  Berdarah……………………………………………………….  124
20.  Kukalung………………………………………………………  126
21.  Daging…………………………………………………………  127
22.  Siapa…………………………………………………………...  128
23.  Walau………………………………………………………….   131
24.  Satu…………………………………………………………….  132
25.  Belajar Membaca………………………………………………  133

              
Lampiran 2
BIOGRAFI SUTARDJI CALZOUM BACHRI
 



   






      Sutardji Calzoum Bachri dilahirkan di Riau, tempat asal bahasa Indonesia. Setelah lulus SMA ia melanjutkan studinya ke Fakultas Sosial Politik jurusan Administrasi Negara, Universitas Pajajaran, Bandung. Mulai menulis dalam surat kabar dan mingguan di Bandung, kemudian sajak-sajaknya dimuat majalah Horison dan Budaya jaya serta ruang kebudayaan Sinar Harapan dan Berita Buana.
     Dari sajak-sajaknya itu Sutardji memperlihatkan dirinya sebagai pembaharu perpuisian Indonesia. Terutama karena konsepsinya tentang kata yang hendak dibebaskan dari kungkungan pengertian dan dikembalikannya pada fungsi kata seperti dalam mantra.
     Musim panas 1974 mengikuti Poetry Reading International di Rotterdam. Oktober 1974 sampai April 1975 mengikuti seminar International Writing Program di Lowa City, Amerika Serikat. Sutardji juga menunjukkan cara baru yang unik dan memikat dalam pembacaan puisi di Indonesia.
     Sejumlah sajaknya telah diterjemahkan Harry Aveling ke dalam bahasa Inggris dan dikumpulkan dalam antologi Arjuna in Meditation (Calcuta, India), Writing from the World (Amerika Serikat), Westerly Review (Australia) dan dalam dua antologi berbahasa Belanda: Dichters in Rotterdam (Rotterdamse Kunststsichting, 1975) dan Ik wil nog duizend jaar leven, negen moderne Indonesische dichters (1979). dan tahun 1979 itu Sutardji berangkat ke Bangkok, Thailand untuk menerima hadiah South East Asia Write Awards (S.E.A Awards) atas prestasinya dalam sastra.
     O Amuk Kapak merupakan penerbitan yang lengkap sajak-sajak Sutardji Calzoum Bachri dari periode penulisan 1966 sampai 1979. Tiga kumpulan sajak itu mencerminkan secara jelas pembaharuan yang dilakukannya terhadap puisi Indonesia Modern.


RUJUKAN
Calzoum Bachri, Sutardji. 1981. O Amuk Kapak. Jakarta: Sinar Harapan.
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1999. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:    
          Balai Pustaka.
 Riantori Motinggo, Quito. Kamis, 2 Agustus 2007.“Imajinasi, Sastra, dan Spiritualitas    
           Islam”. qitori@Cosmo.com.
 Rizal Suriaji, Yos dan H. Muarif. 1 Maret 1996. “Dari Penyair Bir ke Penyair Religius.”
          Republika.
         











Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Puisi "Pengabdian Tanpa Titik"

Cerpen: Bumi Dipijak Langit Dijunjung