DICARI RIMBAWAN SEJATI DEMI HUTAN LESTARI
DICARI RIMBAWAN SEJATI DEMI HUTAN LESTARI
Taman Nasional Kutai (TNK) adalah sebuah taman nasional yang terletak di wilayah kabupaten Kutai Timur dan sebagian kecil wilayah Kota Bontang yang memiliki lahan seluas 198.629 ha. Memasuki tahun 2000-an wilayah TNK yang masih benar-benar asli sudah jauh berkurang. Sejak keberadaanya TNK memang tidak pernah lepas dari konflik berbagai kepentingan. Pembalakkan liar terus berkelanjutan seiring melemahnya penegakan hukum. Bahkan pemberian izin investasi pada akhirnya memperparah kerusakan TNK.
Masalah yang mengelilingi hutan Indonesia, khususnya TNK seperti lingkaran setan yang tak habis-habisnya. Satu masalah ditangani, masalah lain belum selesai, kemudian masalah baru muncul . Penyelesaian masalah hutan di Indonesia harus terintegrasi. Tidak bisa berjalan sendiri-sendiri. Semua pihak harus punya niat yang sama untuk melestarikan hutan. Jangan ada kepentingan pribadi atau kelompok yang ingin untung sendiri.
Masalah yang menggelayuti TNK sangat rumit. Mulai dari masyarakat yang memanfaatkan wilayak TNK untuk perkebunan, tempat tinggal, dan usaha ekonomis lainnya. Belum lagi pembalakkan liar yang sudah sampai ke zona inti. Jagawana yang bertugas pun tak berdaya menghadapi kebringasan para pembalak liar yang justru “dilindungi” oleh oknum-oknum aparat kepolisian yang mendapatkan “jatah pungli” dari kegiatan haram ini. Para pemilik modal pun berani membiayai kegiatan haram ini demi keuntungan yang berlipat ganda. Bahkan terakhir kabar yang berhembus ada ide dan usaha untuk melepaskan sebagian wilayah TNK untuk dimanfaatkan masyarakat dan perusahaan tertentu demi keuntungan pastinya.
Masalah lain yang tidak kalah pentingnya adalah kurangnya Sumber Daya Manusia (SDM) kehutanan yang mampu mengolah dan mengatasi masalah hutan di Indonesia ini. SDM jagawana tak sebanding dengan luas hutan yang harus dijaganya. Berdasarkan data dari Departemen Kehutanan, satu jagawana melindungi 50 ha hutan. Suatu perbandingan yang sangat tidak seimbang. SDM lainnya adalah lulusan/ sarjana-sarjana kehutanan yang semakin hari semakin langka seiring semakin berkurangnya hutan Indonesia. Padahal semakin rusak hutan kita, maka seharusnya semakin banyak sarjana-sarjana kehutanan yang mengamalkan ilmunya demi hutan lestari.
Minimnya sarjana-sarjana kehutanan adalah fenomena yang muncul akibat munculnya anggapan bahwa sektor kehutanan tak lagi mampu menopang ekonomi bangsa. Sektor kehutanan tak lagi menjanjikan masa depan yang cerah bagi sarjana kehutanan. Fakultas kehutanan tak menarik lagi bagi siswa-siswa SMA yang akan melanjutkan ke perguruan tinggi.
Penulis telah melakukan jajak pendapat terhadap 100 pelajar kelas 3 SMA di Bontang mengenai minat mereka memasuki Fakultas Kehutanan. Ternyata hanya 10% saja yang berminat masuk Fakultas Kehutanan. Alasan mereka memilih fakultas ini adalah ingin bekerja di Departemen Kehutanan dan meraih cita-cita. Hanya sebagian kecil saja yang beralasan ingin melestarikan hutan Indonesia. Mereka yang tidak berminat sebanyak 90 % memberikan alasan karena fakultas kehutanan tidak menarik. Selain itu, informasi/sosialisasi tentang fakultas kehutanan sangat kurang. Mereka yang tidak minat masuk Fakultas Kehutanan juga menyatakan bahwa pengetahuan mereka tentang fakultas ini sangat kurang.
Minimnya minat siswa SMA pada fakultas kehutanan berimbas pada turunnya jumlah mahasiswa kehutanan setiap tahunnya. Berikut ini data mahasiswa 6 tahun terakhir Fakultas kehutanan Universitas Mulawarman:
Tahun Mendaftar Ulang
2002 250
2003 250
2004 174
2005 120
2006 84
2007 50
Data di atas menunjukkan bahwa penurunan jumlah mahasiswa dari tahun 2002 hingga 2007 sangat signifikan. Tampaknya masa kejayaan fakultas kehutanan mulai memudar. Jika kondisi seperti ini terus berlanjut maka lambat laun sarjana kehutanan Indonesia pun akan lenyap seiring lenyapnya hutan rimba Indonesia.
Para pelajar SMA memberikan masukan agar fakultas kehutanan banyak peminatnya, yaitu dengan cara menyebarkan informasi atau sosialisasi lebih luas ke sekolah-sekolah, terutama siswa kelas 3. Sosialisasi ini dapat berupa penyuluhan-penyuluhan tentang pentingnya tenaga kehutanan di Kalimantan khususnya dan Indonesia pada umumnya. Selain itu dapat pula berupa kegiatan-kegiatan yang mempromosikan fakultas kehutanan, misalnya kegiatan lomba-lomba, parade band, cerdas cermat, atau kegiatan lain yang digemari siswa SMA. Para pelajar perlu mendapatkan informasi tentang program-program belajar di fakultas kehutanan. Para mahasiswa kehutanan pun lebih sering turun ke sekolah-sekolah memberikan informasi sebanyak-banyaknya. Dengan demikian Fakultas Kehutanan menjadi pilihan lulusan SMA. Bukan hanya Fakutas Kedokteran, Fakultas Ekonomi, atau Fakultas MIPA saja yang menjadi pilihan favorit lulusan SMA.
Hutan Kalimantan bahkan hutan Indonesia akan menuju kegelapan bila lembaga pendidikan kehutanan, terutama Fakultas Kehutanan tidak mampu menghasilkan rimbawan berkualitas . Padahal semakin rusak hutan Indonesia maka akan semakin banyak tenaga ahli kehutanan yang dibutuhkan untuk memulihkannya. Institusi pendidikan tingkat SMA dan Perguruan Tinggi, terutama Fakultas Kehutanan dapat bekerja sama menciptakan program-program yang dapat meningkatkan minat lulusan SMA memilih Fakultas Kehutanan. Hutan Indonesia membutuhkan rimbawa-rimbawan sejati. Hutan Indonesia membutuhkan pikiran dan tenaga sarjana-sarjana kehutanan yang berkualitas dan berdedikasi tinggi. Mari kita bergandengan tangan menciptakan rimbawan sejati demi hutan lestari.
(Penulis adalah Guru SMA Yayasan Pupuk Kaltim, Bontang)
Taman Nasional Kutai (TNK) adalah sebuah taman nasional yang terletak di wilayah kabupaten Kutai Timur dan sebagian kecil wilayah Kota Bontang yang memiliki lahan seluas 198.629 ha. Memasuki tahun 2000-an wilayah TNK yang masih benar-benar asli sudah jauh berkurang. Sejak keberadaanya TNK memang tidak pernah lepas dari konflik berbagai kepentingan. Pembalakkan liar terus berkelanjutan seiring melemahnya penegakan hukum. Bahkan pemberian izin investasi pada akhirnya memperparah kerusakan TNK.
Masalah yang mengelilingi hutan Indonesia, khususnya TNK seperti lingkaran setan yang tak habis-habisnya. Satu masalah ditangani, masalah lain belum selesai, kemudian masalah baru muncul . Penyelesaian masalah hutan di Indonesia harus terintegrasi. Tidak bisa berjalan sendiri-sendiri. Semua pihak harus punya niat yang sama untuk melestarikan hutan. Jangan ada kepentingan pribadi atau kelompok yang ingin untung sendiri.
Masalah yang menggelayuti TNK sangat rumit. Mulai dari masyarakat yang memanfaatkan wilayak TNK untuk perkebunan, tempat tinggal, dan usaha ekonomis lainnya. Belum lagi pembalakkan liar yang sudah sampai ke zona inti. Jagawana yang bertugas pun tak berdaya menghadapi kebringasan para pembalak liar yang justru “dilindungi” oleh oknum-oknum aparat kepolisian yang mendapatkan “jatah pungli” dari kegiatan haram ini. Para pemilik modal pun berani membiayai kegiatan haram ini demi keuntungan yang berlipat ganda. Bahkan terakhir kabar yang berhembus ada ide dan usaha untuk melepaskan sebagian wilayah TNK untuk dimanfaatkan masyarakat dan perusahaan tertentu demi keuntungan pastinya.
Masalah lain yang tidak kalah pentingnya adalah kurangnya Sumber Daya Manusia (SDM) kehutanan yang mampu mengolah dan mengatasi masalah hutan di Indonesia ini. SDM jagawana tak sebanding dengan luas hutan yang harus dijaganya. Berdasarkan data dari Departemen Kehutanan, satu jagawana melindungi 50 ha hutan. Suatu perbandingan yang sangat tidak seimbang. SDM lainnya adalah lulusan/ sarjana-sarjana kehutanan yang semakin hari semakin langka seiring semakin berkurangnya hutan Indonesia. Padahal semakin rusak hutan kita, maka seharusnya semakin banyak sarjana-sarjana kehutanan yang mengamalkan ilmunya demi hutan lestari.
Minimnya sarjana-sarjana kehutanan adalah fenomena yang muncul akibat munculnya anggapan bahwa sektor kehutanan tak lagi mampu menopang ekonomi bangsa. Sektor kehutanan tak lagi menjanjikan masa depan yang cerah bagi sarjana kehutanan. Fakultas kehutanan tak menarik lagi bagi siswa-siswa SMA yang akan melanjutkan ke perguruan tinggi.
Penulis telah melakukan jajak pendapat terhadap 100 pelajar kelas 3 SMA di Bontang mengenai minat mereka memasuki Fakultas Kehutanan. Ternyata hanya 10% saja yang berminat masuk Fakultas Kehutanan. Alasan mereka memilih fakultas ini adalah ingin bekerja di Departemen Kehutanan dan meraih cita-cita. Hanya sebagian kecil saja yang beralasan ingin melestarikan hutan Indonesia. Mereka yang tidak berminat sebanyak 90 % memberikan alasan karena fakultas kehutanan tidak menarik. Selain itu, informasi/sosialisasi tentang fakultas kehutanan sangat kurang. Mereka yang tidak minat masuk Fakultas Kehutanan juga menyatakan bahwa pengetahuan mereka tentang fakultas ini sangat kurang.
Minimnya minat siswa SMA pada fakultas kehutanan berimbas pada turunnya jumlah mahasiswa kehutanan setiap tahunnya. Berikut ini data mahasiswa 6 tahun terakhir Fakultas kehutanan Universitas Mulawarman:
Tahun Mendaftar Ulang
2002 250
2003 250
2004 174
2005 120
2006 84
2007 50
Data di atas menunjukkan bahwa penurunan jumlah mahasiswa dari tahun 2002 hingga 2007 sangat signifikan. Tampaknya masa kejayaan fakultas kehutanan mulai memudar. Jika kondisi seperti ini terus berlanjut maka lambat laun sarjana kehutanan Indonesia pun akan lenyap seiring lenyapnya hutan rimba Indonesia.
Para pelajar SMA memberikan masukan agar fakultas kehutanan banyak peminatnya, yaitu dengan cara menyebarkan informasi atau sosialisasi lebih luas ke sekolah-sekolah, terutama siswa kelas 3. Sosialisasi ini dapat berupa penyuluhan-penyuluhan tentang pentingnya tenaga kehutanan di Kalimantan khususnya dan Indonesia pada umumnya. Selain itu dapat pula berupa kegiatan-kegiatan yang mempromosikan fakultas kehutanan, misalnya kegiatan lomba-lomba, parade band, cerdas cermat, atau kegiatan lain yang digemari siswa SMA. Para pelajar perlu mendapatkan informasi tentang program-program belajar di fakultas kehutanan. Para mahasiswa kehutanan pun lebih sering turun ke sekolah-sekolah memberikan informasi sebanyak-banyaknya. Dengan demikian Fakultas Kehutanan menjadi pilihan lulusan SMA. Bukan hanya Fakutas Kedokteran, Fakultas Ekonomi, atau Fakultas MIPA saja yang menjadi pilihan favorit lulusan SMA.
Hutan Kalimantan bahkan hutan Indonesia akan menuju kegelapan bila lembaga pendidikan kehutanan, terutama Fakultas Kehutanan tidak mampu menghasilkan rimbawan berkualitas . Padahal semakin rusak hutan Indonesia maka akan semakin banyak tenaga ahli kehutanan yang dibutuhkan untuk memulihkannya. Institusi pendidikan tingkat SMA dan Perguruan Tinggi, terutama Fakultas Kehutanan dapat bekerja sama menciptakan program-program yang dapat meningkatkan minat lulusan SMA memilih Fakultas Kehutanan. Hutan Indonesia membutuhkan rimbawa-rimbawan sejati. Hutan Indonesia membutuhkan pikiran dan tenaga sarjana-sarjana kehutanan yang berkualitas dan berdedikasi tinggi. Mari kita bergandengan tangan menciptakan rimbawan sejati demi hutan lestari.
(Penulis adalah Guru SMA Yayasan Pupuk Kaltim, Bontang)